MAROS, A1 MEDIA – Harapan ratusan pengguna (user) rumah subsidi di Kabupaten Maros untuk mendapatkan kepastian ganti rugi kembali pupus. Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maros berakhir buntu, tanpa solusi konkret atas kerugian yang mereka alami.
Situasi ini semakin pelik, dengan Wakil Ketua Dewan Pengurus Daerah Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Kab.Maros, Riyan RH, menyoroti kasus ini tidak hanya sebagai masalah hukum semata, tetapi juga sebagai cerminan isu moral yang menyeret Pemerintah Kabupaten Maros, khususnya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, inti permasalahan ini berakar pada penutupan akses jalan menuju kawasan perumahan subsidi, terutama yang berlokasi di dekat jalur rel kereta api di Kecamatan Turikale. Penutupan ini dilakukan oleh Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulawesi Selatan, yang berwenang atas area tersebut. Akibatnya, ratusan unit rumah, termasuk yang dikembangkan oleh PT Bumi Salewangan Mas (BSM), terancam terbengkalai. Para user yang telah memulai cicilan kredit pemilikan rumah (KPR) kini menghadapi situasi tragis: angsuran tetap berjalan, namun rumah tak bisa dihuni karena akses diblokade.
RDP terbaru yang dilaksanakan pada Rabu, 21 Mei 2025, yang menghadirkan pihak BPKA, pengembang, perwakilan user, dan DPRD Maros, sayangnya tidak membuahkan hasil. Pihak BPKA menegaskan bahwa mereka tidak dapat mengambil keputusan yang melanggar regulasi terkait aset perkeretaapian dan masih menunggu arahan lebih lanjut, termasuk dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Di sisi lain, JPKP Maros memandang bahwa tanggung jawab tidak hanya terletak pada BPKA. Mereka mendesak adanya transparansi dari pihak pengembang mengenai izin dan site plan perumahan. Lebih jauh, Riyan RH menekankan bahwa kasus ini merupakan gugatan moral terhadap Pemkab Maros.
“Persoalan ini bukan hanya soal hukum antara user, pengembang, dan BPKA. Ini adalah gugatan moral. Bagaimana bisa izin pembangunan dikeluarkan di area yang ternyata bermasalah aksesnya? Kenapa Bisa Saja Kongkalikong Begini? Di mana peran pengawasan dari Dinas PUPR dan instansi terkait lainnya?” ujar Riyan RH dalam pandangannya.
Ia menggarisbawahi bahwa para user adalah korban yang kini terkatung-katung tanpa kepastian. Mereka menuntut tidak hanya solusi akses jalan, tetapi juga kejelasan mengenai ganti rugi atas kerugian materiil dan immateriil yang telah mereka derita selama ini.
Hingga kini, para korban masih menanti langkah nyata dari DPRD Maros dan Pemkab Maros untuk menjembatani kebuntuan ini dan memastikan hak-hak mereka sebagai konsumen dapat terpenuhi. Kasus ini menjadi alarm keras bagi pentingnya sinkronisasi regulasi, tata ruang, dan pengawasan dalam proyek perumahan, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak.











