MAROS, A1 MEDIA — Lembaga pemantau lingkungan Garis Indonesia menyoroti dugaan kuat adanya aktivitas pertambangan galian C ilegal di kawasan Gudang 88, yang diketahui berada di bawah pengelolaan PT Giarto Adry Cemerlang. Aktivitas tersebut berlokasi di area yang berdekatan langsung dengan pemukiman warga dan dinilai tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang wilayah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sekjend Garis Indonesia, Erwin, menyampaikan kami menemukan adanya aktivitas pengerukan tanah berskala besar, mobilisasi kendaraan berat, dan kegiatan serupa pertambangan yang telah berlangsung dalam beberapa waktu terakhir. Aktivitas ini disebut telah menimbulkan keresahan masyarakat di sekitar lokasi.
“Kami menduga ada kegiatan tambang galian C di area Gudang 88 yang dikelola PT Giarto Adry Cemerlang tanpa dasar izin pertambangan yang sah. Lebih parah lagi, lokasi itu sangat dekat dengan pemukiman padat, padahal secara hukum kawasan tersebut bukan untuk aktivitas industri berat atau pertambangan,” ungkap Erwin dalam keterangan resminya, Sabtu (18/10/2025).
Menurut Garis Indonesia, keberadaan dugaan aktivitas pertambangan di kawasan Gudang 88 bertentangan dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota setempat dan UU Minerba.
Selain itu, lokasi tersebut juga tidak memenuhi ketentuan jarak minimal antara kawasan industri dan pemukiman, sebagaimana diatur dalam:
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri, dan
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 40 Tahun 2016,
yang menetapkan bahwa jarak minimal antara kawasan industri dan pemukiman adalah 2.000 meter (2 km).
“Kami sudah melihat langsung bahwa jarak lokasi kegiatan dengan rumah warga hanya ratusan meter. Ini jelas menyalahi aturan dan sangat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, seperti polusi udara, kebisingan, kerusakan lahan, perubahan topografi, hilangnya vegetasi penutup, hingga rusaknya jalan lingkungan,” tegas Erwin.
Parahnya perusahaan tidak menerapkan mitigasi dampak, yang semestinya menerapkan teknologi dan prosedur untuk mengurangi polusi, seperti penyiraman rutin untuk menekan debu, pengelolaan air limbah dan pembatasan jam operasional untuk mengurangi kebisingan.
Dalam pernyataannya, Garis Indonesia mengultimatum Polda Sulawesi Selatan dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulsel untuk segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan aktivitas pertambangan tersebut.
“Kami mendesak Polda Sulsel untuk memeriksa legalitas dan izin pertambangan PT Giarto Adry Cemerlang, serta meminta DLH Sulsel menurunkan tim audit lingkungan. Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan nyata, kami akan menempuh langkah hukum,” ujar Erwin.
Garis Indonesia menegaskan bahwa penegakan hukum di sektor lingkungan harus dilakukan secara adil dan tanpa pandang bulu, terutama bila aktivitas industri sudah mengancam keselamatan masyarakat.
“Kami tidak anti-investasi. Tapi setiap kegiatan usaha, apalagi tambang, wajib taat hukum dan memperhatikan keselamatan rakyat serta kelestarian lingkungan. Jika aparat diam, kami yang akan bersuara lebih keras,” tutup Erwin.











