Close Menu
A1 MediaA1 Media

    Ketua Perisai Demokrasi Bangsa: Pemilihan RT/RW Momentum Penguatan Tata Kelola Pemerintahan di Tingkat Dasar

    November 17, 2025

    Sah!! Abi Giffari Resmi Dilantik Nahkodai Hppmi Maros Komisariat Unibos-Polibos

    November 16, 2025

    Jerat Kemanusiaan di Pintu Gerbang Udara: Sorotan PMII Makassar atas Kasus Bilqis

    November 12, 2025

    Milad Ke-62 HPPMI Maros: Satu Arah Menyongsong Era Emas Kepemimpinan Dirangkaikan Dengan Peresmian Sekretariat Baru

    November 11, 2025
    Pos-pos Terbaru
    • Ketua Perisai Demokrasi Bangsa: Pemilihan RT/RW Momentum Penguatan Tata Kelola Pemerintahan di Tingkat Dasar
    • Sah!! Abi Giffari Resmi Dilantik Nahkodai Hppmi Maros Komisariat Unibos-Polibos
    • Jerat Kemanusiaan di Pintu Gerbang Udara: Sorotan PMII Makassar atas Kasus Bilqis
    • Milad Ke-62 HPPMI Maros: Satu Arah Menyongsong Era Emas Kepemimpinan Dirangkaikan Dengan Peresmian Sekretariat Baru
    • Antara Tahta Dan Darah: Makassar 418 Tahun, Di persimpangan Raya Dan Tawuran!
    • Transfer Daerah Menyusut, Gizi Rakyat Melimpah: Senja Kala Dana Desa, Fajar Program Pangan Bergizi
    • Ledakan di SMAN 72 Jakarta Jadi Alarm Serius Ketahanan Nasional, Mahasiswa UI Dorong Evaluasi Sistem Pencegahan Bullying
    • Maraknya Kecelakaan di Jalur Dua Mamminasata: Desak Pemerintah dan Aparat Bertindak Serius
    • Dr. Pattawari Membawa Visi Lompatan Kreatif: Resmi Mendaftar Sebagai Calon Rektor UIT
    • Kejati Sulsel Menuai Kritik: Lambannya Penanganan Kasus Dugaan Pungli PPG dan Korupsi Revitalisasi Rp87 Miliar UNM.
    • Facebook
    • TikTok
    • Twitter
    • Instagram
    • Telegram
    • WhatsApp
    Facebook X (Twitter) Instagram
    A1 MediaA1 Media
    • KRIMINAL
    • TNI POLRI
    • Kesehatan
    • VIDEO
    • Buy Now
    Facebook X (Twitter) Instagram
    SUBSCRIBE
    • HOME
    • NEWS
    • INFO DESA
    • NASIONAL
    • PEMERINTAHAN
    • DAERAH
    A1 MediaA1 Media
    • HOME
    • NEWS
    • INFO DESA
    • NASIONAL
    • PEMERINTAHAN
    • DAERAH
    Home»OPINI»Refleksi 97 Tahun Sumpah Pemuda: Peran Pemuda, Antara Badut dan Budak?
    OPINI

    Refleksi 97 Tahun Sumpah Pemuda: Peran Pemuda, Antara Badut dan Budak?

    A1 MediaBy A1 MediaOktober 29, 2025Tidak ada komentar4 Mins Read
    Facebook WhatsApp Twitter Telegram Email

    A1 MEDIA – 97 tahun adalah rentang waktu yang panjang. Sejak 28 Oktober 1928, gaung Sumpah Pemuda telah menjadi denyut nadi, penanda bahwa ada kekuatan dahsyat dalam persatuan dan visi kaum muda. Tiga ikrar suci – satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa – bukan sekadar barisan kata, melainkan manifesto keberanian, idealisme, dan kemauan untuk melampaui sekat-sekat demi sebuah identitas kolektif: Indonesia.

    Namun, di tengah gemuruh perayaan, refleksi mendalam tak terhindarkan: Bagaimana peran pemuda Indonesia hari ini, hampir satu abad setelah Sumpah Pemuda diikrarkan? Apakah kita masih menjadi garda terdepan perubahan, pewaris sah semangat 1928? Atau, ironisnya, kita terperangkap dalam pilihan yang memilukan: menjadi “badut” atau “budak” di panggung kehidupan berbangsa?

    Jebakan “Badut”: Khiasan di Panggung Digital

    Pemuda “badut” adalah mereka yang hadir, namun absen dalam substansi. Mereka lincah di panggung-panggung digital, piawai menciptakan tren, dan fasih dalam bahasa populer, namun seringkali hampa makna. Peran mereka seolah terbatas pada hiburan, penarik perhatian, atau sekadar “pemanis” dalam narasi besar yang digerakkan oleh kepentingan lain.

    Kita melihatnya dalam fenomena “influencer” yang lebih sibuk memamerkan gaya hidup daripada menyuarakan empati sosial; dalam “aktivis” media sosial yang suaranya nyaring di permukaan namun mudah padam tanpa pijakan data dan analisis mendalam; atau dalam politikus muda yang lebih gemar membangun citra personal daripada menawarkan solusi konkret. Mereka menjadi komoditas, objek tontonan yang menghibur, yang sorot lampunya mengikuti ke mana pun arus like dan share mengalir. Keberanian mereka diukur dari viralitas, bukan dari integritas atau dampak nyata.

    Baca:  Antara Tahta Dan Darah: Makassar 418 Tahun, Di persimpangan Raya Dan Tawuran!

    Pemuda badut, tanpa sadar, menjadi alat propaganda, corong buzzer politik, atau sekadar pengisi kekosongan yang membuat kita tertawa sejenak, namun tak pernah benar-benar merasa tersentuh atau tercerahkan. Mereka ada, ramai, namun esensinya nihil.

    Jebakan “Budak”: Terjebak dalam Pusaran Algoritma dan Struktur Kuasa

    Di sisi lain, jebakan “budak” lebih mengerikan. Pemuda “budak” adalah mereka yang kehilangan agensi, terpaksa atau terbuai dalam sistem yang mengeksploitasi tenaga, pikiran, bahkan waktu mereka untuk keuntungan pihak lain. Mereka adalah pekerja gig economy yang terjebak upah minim tanpa jaring pengaman sosial; buruh digital yang menyumbangkan data dan kreativitasnya tanpa kesadaran akan nilai sebenarnya; atau mahasiswa yang terdidik untuk menjadi followers dan pekerja patuh, bukan pemikir kritis dan inovator.

    Pemuda budak adalah mereka yang energinya disedot habis oleh tuntutan hidup yang keras, tekanan sosial, atau jeratan konsumerisme. Mereka bekerja keras, mungkin lelah, namun seolah tak punya pilihan selain mengikuti alur yang sudah ditentukan. Mereka adalah “pasar” yang empuk bagi tren komersial, “suara” yang mudah dimobilisasi dalam kampanye politik tanpa pemahaman mendalam, atau “tenaga” murah yang siap dikerahkan untuk membangun mimpi orang lain.

    Baca:  Tahun 2025, Masa Depan Kalian Apa?

    Mereka menjadi korban sistem, terasing dari identitas sejati mereka sebagai agen perubahan. Idealisme luntur, digantikan pragmatisme yang dipaksakan. Rasa memiliki terhadap bangsa memudar, digantikan oleh kepasrahan atau bahkan sinisme.

    Melampaui Dichotomy: Kembali ke Esensi Sumpah Pemuda

    Sumpah Pemuda menuntut kita untuk menjadi lebih dari sekadar badut atau budak. Ia menuntut kita untuk menjadi pemimpin – pemimpin bagi diri sendiri, bagi komunitas, dan bagi bangsa. Pemimpin yang tidak hanya berani bicara, tetapi juga berani bertindak dengan visi yang jelas dan integritas yang tak tergoyahkan.

    Untuk keluar dari bayang-bayang badut dan budak, pemuda Indonesia harus:

    Mengasah Nalar Kritis dan Literasi Digital: Jangan mudah terbuai oleh headline atau tren. Verifikasi informasi, analisis konteks, dan berani mempertanyakan narasi dominan. Jadilah konsumen sekaligus produsen informasi yang bertanggung jawab.

    Membangun Kemandirian dan Inovasi: Jangan pasrah menjadi objek pasar atau tenaga kerja murah. Kembangkan skill baru, berani berinovasi, dan ciptakan peluang bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain.

    Baca:  Kapan Berhenti Jadi Wartawan?

    Memperkuat Solidaritas dan Kolektivitas: Semangat Sumpah Pemuda adalah persatuan. Bangun kembali jejaring solidaritas, kolaborasi lintas batas, dan gerakan yang berlandaskan nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan. Jangan biarkan individualisme menggerogoti kekuatan kolektif kita.

    Berani Menyuarakan Kebenaran dan Beraksi Nyata: Idealismenya tidak cukup hanya diucapkan. Salurkan ke dalam aksi nyata, advokasi kebijakan, atau gerakan sosial yang memberikan dampak positif. Berani berdiri di garis depan untuk membela keadilan dan keberlanjutan.

    Menjadi Pewaris dan Pembaharu: Hormati sejarah dan nilai-nilai luhur bangsa, namun jangan takut untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan tantangan zaman. Jaga warisan, namun juga ciptakan masa depan.

    97 tahun adalah momentum refleksi. Ini bukan hanya tentang mengenang, tapi tentang meneguhkan kembali jalan. Pertanyaan “antara badut dan budak?” adalah sebuah cermin tajam bagi kita. Jawaban ada di tangan kita, para pemuda hari ini. Akankah kita memilih menjadi sekadar bayangan yang menari di pentas orang lain, atau berpasrah pada rantai kekuasaan yang tak terlihat? Atau akankah kita memilih untuk menjadi “pemuda” sejati, seperti yang diikrarkan 97 tahun lalu: berdaulat atas pikiran, tindakan, dan masa depan bangsa ini? Pilihan itu, menentukan arah Indonesia ke depan.

    Penulis : Riyan Restu Hidayat (Social Worker And Legal Consultants)

    Share. Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit VKontakte Copy Link
    Previous ArticleSumpah Pemuda Jilid II: Optimisme Pemuda Mewujudkan Peradaban Pancasila
    Next Article Menggali Makna Sumpah Pemuda: Kemanusa Makassar Selami Filsafat Bahasa dan Akar Kebudayaan Nusantara
    A1 Media
    • Website

    Berita Lainnya:

    OPINI

    Antara Tahta Dan Darah: Makassar 418 Tahun, Di persimpangan Raya Dan Tawuran!

    November 9, 2025
    OPINI

    Transfer Daerah Menyusut, Gizi Rakyat Melimpah: Senja Kala Dana Desa, Fajar Program Pangan Bergizi

    November 8, 2025
    OPINI

    Kapan Berhenti Jadi Wartawan?

    Februari 20, 2025
    OPINI

    Dunia Kerja Generasi Z Antara Brilliant Jerk : No Brilliant Jerks

    Februari 6, 2025
    OPINI

    Masih Perlu Hari Pers Nasional?

    Februari 4, 2025
    OPINI

    Tahun 2025 Para Orang Tua Wajib Paham Fenomena di Ruang Digital Ini

    Februari 2, 2025
    Add A Comment
    Leave A Reply Cancel Reply

    Share In Touch
    • Facebook
    • WhatsApp
    • Instagram
    • TikTok
    • Telegram
    • Twitter
    Laman
    • Copyright
    • Disclaimer
    • Homepage
    • Pedoman Media Cyber
    • Privacy Policy
    • Redaksi A1 Media
    • Tentang Kami & Karir
      Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp TikTok
      © 2025 A1 MEDIA by WEBPro.ID.

      Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.